Koperasi adalah suatu badan usaha dimana beranggotakan perorangan atau badan hukum yang bertujuan penting untuk mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Menurut UUD 1945 pasal 33 ayat 1 merupakan usaha kekeluargaan dengan mensejahterkan anggotanya.
Yang dimaksud dengan anggota perorangan adalah orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi, sedangkan badan hukum yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.
Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad -20 yang pada umumnya merupakan hasil usaha yang tidak spontan dan dilakukan oleh orang-orang yang tidak sangat kaya. Mereka bersatu untuk memperkaya dirinya sendiri seraya ikut mengembangkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat kecil, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme demikian memuncak. Beberapa orang dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan sesamanya.
Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Atmajaya di Purwokerto mendirikan Bank untuk para pegawai negri (priyayi). Ia berkeinginan menolong para pegawai yang menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberi pinjaman dengan bunga tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti Jerman. Ia dibantu oleh seorang asisten Residen Belanda (Pamong Praja Belanda) Assisten-Residen itu sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertoongan Tabungan yang ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Koperasi tersebut berkembang dan kemudian diikuti oleh Boedi Oetomo dan SDI.
Di zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena : belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi, belum ada UU yang mengatur kehidupan koperasi, pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Belanda yang khawatir koperasi dijadikan tempat usaha perlawanan, mengeluarkan UU No.431 tahun 19 yang isinya adalah :
- - Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
- - Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
- - Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
- - Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda
Hal itu menyebabkan banyak koperasi yang berjatuhan karena tidka mendapat izin koperasi dari Belanda. Namaun setelah para tokoh mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU No.91 pada tahun 1927 yaitu :
- - Hanya membayar 3 gulden untuk materai
- - Bisa menggunakan bahasa daerah
- - Hukum dagang sesuai daerah masing-masing
- - Perizinan bisa di daerah setempat
Koperasi menjamur kembali tahun 1933 dan keluar UU yang mirip UU No.431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia, mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus, namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan yang banyak dan menyengsarakan para rakyat Indonesia.
Jika pertumbuhan koperasi yang pertaa di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan pinjam (Soedjono 1983,H.7) maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk konsumsi dan menekankan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah usaha yang paling mudah untuk mereka kerjakan terlebih dahulu.
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya dan pada hari itu juga ditetapkanlah sebagai hari Koperasi Indonesia.
No comments:
Post a Comment